-DALAM MIHRAB CINTA-
Sinopsis :
Siang itu, Pondok Al-Furqan yang terletak di daerah Pagu, Kediri, jawa
Tengah dikejutkan oleh satu peristiwa. Pengurus Bahagian Keamanan
mengheret seorang santri yang disyaki mencuri. Beberapa orang santri
langsung membelasah santri berambut gondrong itu. Santri itu berteriak
kesakitan dan memohon supaya tidak dibelasah.
"Ampun, tolong jangan pukul saya. Sava tidak mencuri!" Santri yang
wajahnya sudah berdarah itu disertai raut wajah meminta belas kasihan.
"Cepat mengaku. Kalau tidak pasti kupecahkan kepalamu!" Teriak seorang
Santri yang bersongkok, hitam dengan wajah amat geram.
"Sungguh. bukan saya yang mencuri." Si Rambut Gondrong itu tetap tidak
mahu mengaku perbuatan mencuri.
Dengan serta-merta, dua tumbukan melayang ke wajahnya. "Rasakan ini
pencuri!" Teriak Kepala Bahagian Keamanan yang turut melayangkan
pukulan. Si Rambut Gondrong mengeluh lalu pengsan.
Menjelang Asar, si Rambut Gondrong itu sedarkan diri.Dia ditahan
dalam satu gudang pondok yang dijaga beberapa orang santri. Kedua
tangan dan kakinya diikat. Air matanya berlinangan. Dia meratapi
nasibnya. Seluruh tubuhnya terasa kesakitan. Dia merasa kematian sudah
di depan mata.
Di luar gudang para santri ramai berkerumun. Mereka berteriak dalam
marah dan geram.
"Pencuri jangan diberi kata maaf'."
"Belasah saja pencuri gondrong ini sampai mati!"
"Pencuri tidak sepatutnya mengaku sebagai santri. Ini kurang ajar.
Tidak ada kata maaf"
Dia menangis mendengar sernua itu. Sepuluh punit kemudian pintu gudang
terbuka. dia amat ketakutan. Tanpa dia sedari, die terkencing dalam
seluarnya kerana takut yang teramat sangat. Para santri yang didera
marah meluap hendak menerobos masuk ke dalam gudang. Tapi kepala
kampung di kawasan Pondok melarang mereka dengan sedaya upaya.
Pimpinan pondok kemudian masuk dengan wajah yang gementar menyaksikan
kejadian ilu.
Siang itu, Pondok Al-Furqan yang terletak di daerah Pagu, Kediri, jawa
Tengah dikejutkan oleh satu peristiwa. Pengurus Bahagian Keamanan
mengheret seorang santri yang disyaki mencuri. Beberapa orang santri
langsung membelasah santri berambut gondrong itu. Santri itu berteriak
kesakitan dan memohon supaya tidak dibelasah.
"Ampun, tolong jangan pukul saya. Sava tidak mencuri!" Santri yang
wajahnya sudah berdarah itu disertai raut wajah meminta belas kasihan.
"Cepat mengaku. Kalau tidak pasti kupecahkan kepalamu!" Teriak seorang
Santri yang bersongkok, hitam dengan wajah amat geram.
"Sungguh. bukan saya yang mencuri." Si Rambut Gondrong itu tetap tidak
mahu mengaku perbuatan mencuri.
Dengan serta-merta, dua tumbukan melayang ke wajahnya. "Rasakan ini
pencuri!" Teriak Kepala Bahagian Keamanan yang turut melayangkan
pukulan. Si Rambut Gondrong mengeluh lalu pengsan.
Menjelang Asar, si Rambut Gondrong itu sedarkan diri.
dalam satu gudang pondok yang dijaga beberapa orang santri. Kedua
tangan dan kakinya diikat. Air matanya berlinangan. Dia meratapi
nasibnya. Seluruh tubuhnya terasa kesakitan. Dia merasa kematian sudah
di depan mata.
Di luar gudang para santri ramai berkerumun. Mereka berteriak dalam
marah dan geram.
"Pencuri jangan diberi kata maaf'."
"Belasah saja pencuri gondrong ini sampai mati!"
"Pencuri tidak sepatutnya mengaku sebagai santri. Ini kurang ajar.
Tidak ada kata maaf"
Dia menangis mendengar sernua itu. Sepuluh punit kemudian pintu gudang
terbuka. dia amat ketakutan. Tanpa dia sedari, die terkencing dalam
seluarnya kerana takut yang teramat sangat. Para santri yang didera
marah meluap hendak menerobos masuk ke dalam gudang. Tapi kepala
kampung di kawasan Pondok melarang mereka dengan sedaya upaya.
Pimpinan pondok kemudian masuk dengan wajah yang gementar menyaksikan
kejadian ilu.
-DI ATAS SEJADAH CINTA-
Sinopsis :
"Ilahi, kasihanilah hambaMu yang lemah ini. Engkau Maha Tahu atas apa
yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cintaMu. Namun Engkau
juga tahu, hatiku ini tidak mampu mengusir pesonakecantikan seorang
makhluk yang Engkau ciptakan_ Saat ini hamba sangat lemah berhadapan
dengan daya larikan wajah dan suaranya, ya Ilahi, berikanlah padaku
cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menitis-nitis
dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir
yang paling Engkau redhai. Aku serahkan hidup matiku untukMu." Isak
Zahid merayu kepada Tuhan sang Pencipta hati, cinta, dan segala
keindahan semesta.
Zahid terus meratap hiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus
dipaksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin dia meratap
embun-embun cinta itu semakin deras air mata mengalir.Rasa cintanya
pada Tuhan. Rasa takut akan azabNya. Rasa cinta dan rindunya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan
mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak
munajatnya .....
"Ilahi, kasihanilah hambaMu yang lemah ini. Engkau Maha Tahu atas apa
yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cintaMu. Namun Engkau
juga tahu, hatiku ini tidak mampu mengusir pesona
makhluk yang Engkau ciptakan_ Saat ini hamba sangat lemah berhadapan
dengan daya larikan wajah dan suaranya, ya Ilahi, berikanlah padaku
cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menitis-nitis
dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir
yang paling Engkau redhai. Aku serahkan hidup matiku untukMu." Isak
Zahid merayu kepada Tuhan sang Pencipta hati, cinta, dan segala
keindahan semesta.
Zahid terus meratap hiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus
dipaksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin dia meratap
embun-embun cinta itu semakin deras air mata mengalir.
pada Tuhan. Rasa takut akan azabNya. Rasa cinta dan rindunya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan
mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak
munajatnya .....
p/ : bg ak novel cmmni la yg leh mendidik diri kita utk lbih mendkati Allah swt. . peace. .!
No comments:
Post a Comment